Analisis Yuridis
POLRI KEMBALI KEPANGKUAN MABES ABRI ???
AS A MATTER OF DISCUSSION
Oleh:
M. Jaya, S.H.,M.H., M.M.
Jakarta, 23 Oktober 2022
1. PENGANTAR
Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kilas balik sejarah bergabung dan berpisahnya Polri dari Mabes ABRI, jika dikaitkan dengan kondisi internal Polri yang saat ini banyak mengalami permasalahan, baik yang datang dari luar, maupun khususnya dari dalam tubuh Polri itu sendiri, dan bagaimana relevansi pengembalian Polri ke Mabes ABRI, guna meminimalisir permasalahan-permasalahan yang muncul ditubuh Polri dikemudian hari. Analisis yuridis ini dibuat berdasarkan kepada data dan informasi dari medsos, media elektronik, media cetak, literatur-literatur hukum serta pendapat para pakar.
2. RIWAYAT SINGKAT PEMISAHAN POLRI DARI ABRI
Tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, hal tersebut menjadi tonggak awal kepolisian negara yang secara resmi menegaskan statusnya menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka. Tidak lama berselang pada tahun 1960
Berdasarkan ketetapan MPRS No. II/1960 pasal 54 menyatakan Bahwa Angkatan Besenjata Republik Indoneisa (ABRI) terdiri atas Angkatan Perang Republik Indonesia dan Polisi. Hal tersebut, menjadi tonggak awal sejarah integrasi ABRI yang menetapkan Polri sebagai bagian dari tubuh ABRI dengan mengemban matra keamanan dan ketertiban masyarakat. Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata.
Dengan demikian Kepolisian Negara kedudukannya sama sederajat dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Dan Angkatan Udara.
Selama beberapa tahun, instansi kepolisian bergabung kedalam tubuh ABRI bersama TNI, dalam hal tersebut banyak memberikan dampak positif bagi bangsa ini sendiri, dilihat dari prakteknya dan dari hasil kerja dalam masa penggabungan kekuatan untuk melindungi kedaulatan NKRI.
Akan tetapi, tidak selamanya integrasi Polri kedalam tubuh ABRI berdampak positif, ada beberapa kejanggalan yang justru menjadi kebelengguan tersendiri bagi instansi Polri tersebut.
Integrasi Polri kedalam tubuh ABRI pada awalnya bertujuan untuk menyamakan mental kejuangan.
Keberadaan Polri dibawah ABRI jelas tidak menguntungkan Polri itu sendiri, Bukan hanya dalam menentukan anggaran, menentukan kebijakan-kebijakan pun, Polri tidak memiliki hak otonom sendiri. semuanya diatur oleh Mabes ABRI.
Pada waktu itu, banyak kalangan di tanah air yang mengkritik keras keberadaan Polri didalam tubuh ABRI yang ketika itu tidak bisa memikul beban tugas berat sebagai pengayom masyarakat dalam menghadapi tragedi penjarahan di pelbagai kota pada tanggal 14 dan 15 Mei 1998 yang tercatat sebagai peristiwa kriminal terbesar sepanjang sejarah Indonesia setelah merdeka.
Hal tersebut membuat beberapa pihak khususnya para pengamat kriminalitas mengatakan, fungsi dan peranan Polri sebagai penegak hukum, pelindung dan pelayan masyarakat dalam terjaminnya tata tertib serta terbinanya ketentraman masyarakat sangat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Menurut DR. G. Ambar Wulan sebagai pengamat militer berpendapat bahwa sangat tepat apabila memisahkan Polri dari ABRI. Karena memang dasarnya dua instansi tersebut harusnya menempati porsinya sendiri-sendiri.
Dalam perkembangannya, memang dulu lebih baik bila digabungkan karena pada masa itu memang situasi pemerintahannya memang membutuhkan yang seperti itu. Tetapi pada perkembangan zaman, akan lebih baik dua instansi tersebut berpisah dan manjalankan tugas dan wewenang masing-masing.
Pada 1 April 1999, Presiden B. J. Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian dari ABRI.
Dimana pada Inpres tersebut, diinstruksikan kepada Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI untuk secara bertahap mulai mengambil langkah-langkah seperlunya untuk melakukan reformasi Polri dengan menempatkan sistem dan penyelenggaraan pembinaan kekuatan dan operasional Polri pada Departemen Pertahanan Keamanan.
Setelah Pemilu 1999 usai, Habibie tidak lagi jadi Presiden, proses pemisahan Polri dari ABRI pun dilanjutkan oleh Presiden berikutnya, Abdurahman Wahid (Gus Dur). Pada masa Presiden Gus Dur inilah lahir Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri yang pada pokoknya mengatur :
“Bahwa sebagai akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan tumpang tindih antara peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan pertahanan negara dengan peran dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat”.
Tap MPR ini ditandatangani oleh Ketua MPR Amien Rais serta para wakil ketua pada 18 Agustus 2000. Tap MPR/VI/2000 tentang pemisahan kedua lembaga tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000 dengan menempatkan TNI di bawah Departemen Pertahanan, khusus Polri berada langsung di bawah Presiden.
3. KEDUDUKAN POLRI SETELAH PISAH DARI TNI
Dalam perkembangannya, kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Selanjutnya, UU tentang TNI lahir pada 2004. Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dijelaskan bahwa dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.
Sementara itu, dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan sebagai pelaksana fungsi pemerintah di bidang pertahanan negara.
Kelahiran UU Nomor 2 Tahun 2002 dilatar belakangi dengan tuntutan agar Polri yang mandiri dan terlepas dari ABRI sehingga dapat melaksanakan tugas secara profesional sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.
Dalam ketentuan pasal 30 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilakukan oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai pendukung. Tugas dan fungsi TNI juga telah mendapatkan pengaturan secara jelas dalam konstitusi yaitu pasal 30 ayat (3) dan (4) UUD 1945.
Fungsi kepolisian di dalam Negara Republik Indonesia dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No.2 tahun 2002 yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara kamtibmas, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya kamdagri.
Rumusan fungsi kepolisian tersebut merupakan aktualisasi dari sumber hukum tertulis yang terdapat pada Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan : “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.
Sebagai alat Negara, kedudukan dan posisi Polri ditempatkan langsung dibawah Presiden. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (2) TAP-MPR RI No. VII/MPR/2000 yang menyatakan : “Kepolisian Negara Republik Indonesia berada dibawah Presiden“.
Selain dari pada itu, kedudukan Polri dalam ketatanegaraan yang berada di bawah Presiden, memiliki makna bahwa Kepolisian Republik Indonesia sebagai perangkat pemerintah pusat yang lingkup wewenangnya meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Satuan kewilayahan Polri merupakan perangkat Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah, bukan perangkat daerah. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU No.2 tahun 2002 yang menyatakan :
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran dan fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kedudukan Polri dibawah langsung Presiden, kemudian dikoordinasikan oleh Menkopolkam (sekarang Menko Polhukam) khususnya untuk menyerasikan kebijakan dan pelaksanaan dengan instasi terkait. Setelah reformasi, dengan UU No. 2 tahun 2002, Presiden dalam membawahi Polri dibantu oleh suatu Komisi Kepolisian Nasional dengan ketua Menkopolhukkam. Wakil ketua Mendagri dan anggota Menteri Hukum dan HAM. Di samping ketiga pejabat ex officio itu, keanggotaan Kompolnas juga terdiri atas 3 orang tokoh masyarakat dan 3 orang pakar Kepolisian.
4. KASUS-KASUS YANG MELIBATKAN APARAT KEPOLISIAN
Dari data ataupun berita yang kami telusuri, terdapat beberapa kasus yang menyita perhatian publik terkait dengan fenomena Kepolisian RI yang menggerus kepercayaan publik diantaranya ialah :
1. Irjen Polisi Djoko Susilo (2012)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM tahun 2011. Ternyata, proses pengadaan proyek itu memang penuh masalah dari awal.
Akhirnya dia vonis bersalah dan dihukum oleh Mahkamah Agung selama 18 tahun pada 10 Mei 2021.
2. Kapolres Nunukan aniaya anggota (2021)
Kapolres Nunukan, Kalimantan Utara AKBP Syaiful Anwar melakukan penganiayaan terhadap anggotanya, yakni Brigpol SL. Penyebabnya karena pada saat meeting zoom dengan Mabes Polri terjadi kendala dan wajah Kapolres tak muncul di layar.
3. Polisi di Lombok Timur tembak rekannya (2021)
Peristiwa itu terjadi di rumah korban. Korban bertugas di bagian Seksi Humas Polres Lombok Timur, sementara pelaku merupakan anggota Polsek Wanasaba.
4. Kapolsek Parigi diduga perkosa anak tersangka (2021)
Korban mengaku dirayu berkali-kali selama 3 pekan oleh IDGN agar mau kencan dengannya agar sang ayah yang ditahan di Polsek Parigi bisa dibebaskan. Ayah S ditahan karena terjerat kasus pencurian hewan ternak. S awalnya tidak termakan oleh rayuan Iptu IDGN, akan tetapi akhirnya luluh juga. Setelah kasus tersebut mencuat, Kapolda Sulteng Irjen Pol Rudy Sufahriadi memerintahkan Kapolsek Parigi dicopot. Dia dicopot dari jabatannya pada 19 Oktober 2021.
4. Polisi di Mojokerto Pesta Narkoba di Vila (2021)
Oknum polisi di Kota Mojokerto ditangkap saat menggelar pesta narkoba di sebuah vila. Karena perbuatannya itu, dia lalu diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jatim. Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko membenarkan, adanya oknum polisi yang ditangkap tersebut.
5. Irjen. Ferdy Sambo dan Pembunuhan Berencana (2022)
Brigadir J meninggal dunia di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo setelah mendapatkan sejumlah tembakan. Kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) memasuki babak baru. Para terdakwa, Ferdy Sambo dkk kini sedang menjalani persidangan.
Adapun para terdakwa kasus itu yakni Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi. Kemudian, ada ajudan Putri Candrawathi yakni Bharada Richard Eliezer Pudiang Lumiu (Bharada E) dan Ricky Rizal. Ada pula sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf.
Kasus Ferdy Sambo dkk melibatkan puluhan aparat Kepolisian mantan anak buah Ferdy Sambo yang sudah dijatuhi sanksi etik Kepolisian maupun sedang diproses dipengadilan.
6. Peristiwa Kanjuruhan Malang (2022)
Puluhan polisi diduga melanggar kode etik Polri saat terjadinya tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Tiga polisi juga telah menjadi tersangka setelah tragedi Kanjuruhan yang menewaskan kurang lebih 134 suporter Arema Malang.
Menurut Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Menko Polhukam Mahfud MD menyerahkan laporan hasil investigasi mereka ke Presiden Joko Widodo . Mahfud mengatakan TGIPF menyimpulkan gas air mata memanglah sebagai pemicu utama kepanikan berujung tragedi itu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan penyebab utama tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, adalah adanya tembakan gas air mata. Tragedi Kanjuruhan itu merenggut 134 nyawa. _”Sampai saat ini, kesimpulan kami gas air mata adalah penyebab utama terjadinya Tragedi Kanjuruhan,”_
7. Irjen. Teddy Minahasa dan Narkoba (2022)
Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri menangkap Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang baru dimutasi sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Teddy Minahasa pada Jumat pagi, 14 Oktober 2022. Penangkapan Jenderal bintang dua itu diduga karena terlibat jaringan narkoba.
Menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, keterlibatan Teddy terkuak dari proses penangkapan tiga orang oleh penyidik Polda Metro Jaya, yang kemudian mengembangkan perkara dari keterangan tiga orang tersebut dan menemukan keterlibatan polisi dalam dugaan peredaran narkoba._
Polisi yang diduga terlibat adalah seorang Bripka, seorang Kompol yang menjabat sebagai Kapolsek. Penyidikan kemudian berkembang hingga mengarah kepada pengedar.
Dari sana, penyidik menemukan keterlibatan polisi berpangkat AKBP yang merupakan mantan Kapolres Bukit tinggi, Sumatera Barat. “Dari situ kita melihat ada keterlibatan Irjen TM (Teddy Minahasa). Atas dasar hal tersebut kemarin saya minta Kadiv Propam untuk menjemput yang bersangkutan dan melakukan pemeriksaan,” kata Kapolri.
8. Iptu Sainal Arifin, diduga memeras warga tidak mampu (2022)
Kapolsek Jempang Polres Kutai Barat (Kubar) Iptu Sainal Arifin telah dicopot dari jabatannya, setelah seorang warga mengaku jadi korban pemerasan dari sejumlah oknum anggota polisi disana.
Kini Kapolsek Jempang Iptu Sainal Arifin tengah diperiksa oleh Propam Polres Kubar. Kapolres Kutai Barat AKBP Heri Rusyaman sendiri yang melakukan pencopotan jabatan tersebut.
Heri mengaskan “Karena tugas kita adalah melayani dan mengayomi masyarakat, jangan sampai masyarakat merasa tidak terlindungi.” Minggu (23/10/2022).
Bahwa dari banyaknya kasus yang kami teliti, dan terungkap, tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan beraneka ragam dari kasus tindak pidana, asusila, penganiayaan, penyuapan, korupsi, pembunuhan, dan narkoba. Kejahatan yang dilakukan sudah bersifat struktural yang melibatkan aparat Kepolisian dari pangkat terendah (Bhayangkara dua) sampai pangkat Irjen (perwira tinggi).
Struktural berkenaan dengan struktur. Struktural merupakan keutuhan unsur-unsur dalam fiksi tidak hanya gabungan atau susunan-susunan hal dan sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tetapi hal-hal yang sama-sama membangun dan saling bersangkutan.
Oleh karena itu, menurut kami penting untuk dipikirkan atau dilakukan pengkajian ulang terkait dengan status dan kedudukan institusi Polri, apakah sebaikanya ditempatkan atau dikembalikan dibawah naungan Mabes ABRI?
5. KEMBALINYA POLRI KE MABES ABRI
Banyaknya pemasalahan yang muncul, mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Dari sekian banyak institusi, dapat dibilang Polri merupakan insitusi yang paling banyak disorot, baik dari tingkah laku aparaturnya, maupun dari sisi penegakkan hukum.
Polisi yang sejatinya memiliki fungsi dan peranan sebagai penegak hukum, pelindung dan pelayan masyarakat dalam terjaminnya tata tertib serta terbinanya ketentraman masyarakat sangat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Usulan pengembalian Institusi Polri kepangkuan Mabes ABRI, bukanlah tanpa sebab, karena seiring berjalannya waktu terdapat begitu banyak persoalan yang menimpa institusi penegak hukum itu. Apalagi dengan kewenangan yang dimiliki dalam hal melakukan upaya paksa yang terkadang dilakukan tanpa menghormati hak asasi manusia seseorang, baik penetapan seseorang sebagai tersangka, penangkapan, penahahan ataupun tindakan lainnya.
Dengan kewenangan sebesar itu, penyalahgunaan maupun komersialisasi jabatan sangat dimungkinkan terjadi, mengingat tidak adanya pengawasan yang ketat dan efektif pada setiap tingkatannya.
Oleh karena itu, sambil menunggu persetujuan pengembalian secara politis Polri kepangkuan Mabes ABRI, yang memakan waktu sangat lama, tidak pasti, menimbulkan pro dan kontra dari kalangan eksekutif, legislatif, publik, dan pemangku kepentingan lainnya termasuk harus melakukan perubahan terhadap peraturan perundangan – undangan terkait.
6. URGENSI EKSISTENSI HAKIM PENGAWAS
Hakim Pengawas yang dapat mengontrol tindakan-tindakan dari aparat penegak hukum, khususnya penyidik.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 KUHAP penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Sedangkan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (vide Pasal 1 angka 5 KUHAP).
Eksistensi hakim pengawas sagatlah penting, oleh karena itu, sebagai perbandingan di negara yang sistem hukumnya menganut _common law system_ seperti Amerika Serikat mengenal Pre Trial Hearing_dan di Hong Kong mengenal Committal Proceeding.
Pre Trial Hearing atau Preliminary Hearing suatu proses hukum antara penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa dengan hakim yang dilakukan sebelum persidangan. Penuntut umum berupaya meyakinkan hakim dengan menampilkan seluruh alat bukti agar kasus itu dapat dilimpahkan ke pengadilan.
Sebaliknya, penasihat hukum berupaya menguji seluruh alat bukti yang ada termasuk latar belakang saksi sehingga dapat meyakinkan hakim bahwa kasus itu belum cukup bukti.
Mekanisme yang mirip dengan Pre Trial Hearing di Hong Kong dinamakan Commital Proceeding. Proses itu merupakan serangkaian tes untuk memastikan penuntut umum dapat memberikan cukup bukti di depan hakim di Magistrate Court_untuk memperlihatkan sebuah Prima Facie terhadap terdakwa, sehingga suatu kasus dapat disidangkan di district court.
Serangkaian tes di atas oleh Herbert L. Packer disebut obstacles course atau bentuk tahapan hukum acara pidana yang terbuka dan dapat diuji oleh pihak-pihak terkait. Sehingga dapat mengurangi timbulnya penyalahgunaan kekuasaan dan sifat otoriter dari aparat penegak hukum dalam menjalankan kewenangannya.
Konsep Hakim Pengawas mirip dengan lembaga Recter Commisaris dalam sistem hukum Belanda atau le juge de la liberte et la detention di Prancis. Lembaga ”Rechter Commisaris” adalah jabatan hakim yang mempunyai kewenangan untuk memproses pengawasan upaya paksa (dwang middelen) berupa penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan badan, rumah, pemeriksaan surat oleh penyidik.
Mekanisme itu dilakukan untuk memastikan tindakan aparat penegak hukum dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Kasus itu layak untuk disidangkan karena alat bukti yang ada telah diperoleh secara sah.
Secara umum, mekanisme Pre Trial Hearing atau Preliminary Hearing atau Commital Proceeding dan Rechter Commisaris memiliki tujuan yang sama yani melakukan pelindungan hak asasi manusia dari tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik.
Dengan adanya Hakim Pengawas (Rechter Commisaris) diharapkan dapat meminimalisir arogansi dan hedonisme dari aparat kepolisian, karena kewenangan untuk melakukan upaya paksa, berupa penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan lainnya harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari hakim pengawas.
Dengan demikian, usulan pengembalian institusi Polri kepangkuan Mabes ABRI, tidaklah mudah, melainkan dibutuhkan kekompakan dan visi misi yang sama antara para pengambil kebijakan, baik dari Legislatif, eksekutif maupun pihak-pihak terkait lainnya.
Oleh karena itu, menurut hemat kami, mengingat ketidak pastian dan kapan waktu pengembalian institusi Polri ke pangkuan Mabes ABRI, maka untuk mencegah terjadinya tindakan kesewenang-wenangan dan komersialisasi kewenangan dari aparat kepolisian, penting kiranya untuk dibentuk Hakim Pengawas (Rechter Commisaris) yang pembentukannya dilakukan oleh Presiden dengan menetapkan Perppu sebagai pelengkap dari KUHAP.
7. URGENSI KEMBALINYA POLRI KE PANGKUAN MABES ABRI
Dengan kembalinya Polri ke pangkuan Mabes ABRI, paling tidak dapat menciptakan sistem _recruitment,_ pembinaan dan pengawasan terhadap aparat kepolisian yang lebih baik. Karena diketahui bahwa disiplin militer jauh lebih tegas, serta adanya kedudukan panglima ABRI sebagai Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum), bilamana terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan.
Ankum adalah Atasan yang diberi wewenang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer kepada Bawahan yang berada di bawah wewenang komandonya, karena melakukan pelanggaran hukum disiplin militer.
Pelanggaran disipilin militer adalah segala perbuatan dan/atau tindakan yang dilakukan oleh militer yang melanggar hukum dan/atau peraturan disiplin militer dan/atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan militer yang berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
Dan dimiliter, selain ada jiwa corsa Komandan secara jantan selalu menyatakan bahwa dialah pihak yang paling bertanggung jawab atas perbuatan tercela atau kebobrokan anak buahnya dan diharapkan dengan masuknya Polri dalam naungan Mabes ABRI, pimpinan tertinggi Polri akan secara gagah berani menyatakan bahwa dialah yang paling bertanggung jawab atas perbuatan tercela anak buah yang dipimpinnya.
7. KESIMPULAN dan SARAN
1. Pemimpin harus sadar diri bahwa mereka diberi amanah untuk menduduki jabatan yang strategis dan vital dan mengangkat sumpah sesuai agama dan kepercayaannya, apabila telah melakukan perbuatan tercela baik KKN maupun pelanggaran pidana lain, mereka tidak saja telah menghianati bangsa dan negara melainkan juga agama dan kepercayaannya yang akan dibawa sampai mati di akhirat nantinya ;
2. Dari banyaknya kasus yang terjadi, membuktikan bahwa Tindak Pidana yang terjadi maupun yang dilakukan oleh aparat kepolisian sudah menyerupai “Organized crime” yang bersifat terstruktur, sehingga perubahan yang harus dilakukan internal Mabes Polri, yaitu perubahan yang bersifat reformasi total dari segala lini ;
3. Rekruitment anggota Kepolisian maupun pejabat kepolisian jangan semata-mata berdasarkan IQ maupun EQ melainkan juga berdasarkan Spiritual Quotient (SQ). Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif. SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu.
Sedangan SQ adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan makna dan nilai, untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa jalan hidup yang kita pilih memiliki makna yang lebih baik daripada yang lain.
4. Seorang Kapolri tIdak hanya dituntut memiliki manajerial skill dan leadership yang hebat dan mumpuni tapi juga harus tegas baik dalam ucapan maupun tindakannya, diantaranya ialah seperti Jenderal Pol (Purn) Hoegeng dan Sutanto;
5. Apabila seorang polisi bawahan diperintahkan oleh atasannya untuk ikut merekayasa atau mengcover suatu tindak pidana yang diduga dilakukan oleh atasannya, maka dia harus berani melaporkan kepada atasan dari atasannya agar dapat terhindar dari melakukan perbuatan tercela.
Misalnya saja dalam kasus Ferdy Sambo terlihat secara jelas Kapolres Jakarta Selatan non aktif Kombes Budhi telah mengikuti alur cerita dan kronologis dari Ferdy Sambo maupun istri tanpa menyelidiki kebenaran dari kronologis tersebut secara komprehensif serta tidak melakukan langkah-langkah dalam menangani kasus ini sesuai dengan ilmu kepolisian, kriminalistik maupun SOP kepolisian ;
6. Jangan sampai untuk melindungi pihak tertentu yang diduga terlibat dalam rekayasa kasus, apapun pangkat dan jabatannya, dapat merusak reputasi institusi Polri khususnya, maupun pemerintah pada umumnya.
7. Inspektorat Pengawasan seharusnya merupakan Badan otonom yang memiliki anggaran sendiri dan bertanggung jawab kepada Presiden serta diisi oleh tokoh-tokoh lintas sektoral bukan hanya berasal dari Kepolisian, melainkan juga tokoh agama, akademisi, manajemen. pakar hukum, psikologi. Selain mempunyai kewenangan dibidang pengawasan juga mempunyai kewenangan dalam menjatuhkan tindakan kepada aparat polisi yang melakukan pelanggaran hukum ;
8. Penegakan hukum oleh pihak Kepolisian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kinerja pemerintah dalam bidang penegakkan hukum.
9. Selain itu perlunya pengawasan yang bersifat melekat (khususnya pada bidang-bidang yang berhubungan erat dengan masyarakat yaitu bidang reserse dan polisi lalu lintas) pembenahan terhadap kepolisian harus dimulai dari “Top to Bottom” dari Kapolri dan jajaran di Mabes Polri, Kapolda dan jajaran nya di Polda-polda, Kapolres dan jajaran nya di Polsek dan sebagainya, untuk semua bidang terutama di bidang logistik, reserse, lalu lintas, sumber daya manusia dan dengan menghilangkan budaya upeti maupun terima setoran dari bawahan, agar atasan dapat menindak bawahan yang melanggar hukum secara tegas dan tidak ada unsur _Ewuh Pakewuh_ serta bersifat diskriminatif.
Selain Langkah tegas dari Kapolri berupa pemecatan, mutasi maupun demosi terhadap jajarannya yang telah melakukan pelanggaran disiplin, kode etik dan atau pidana, maka diperlukan upaya yang bersifat konsisten dan berkesinambungan dengan cara :
• Mental & Character Building
Membangun mental & character building setiap aparat kepolisian untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) dan profesionalisme sehingga aparat lebih profesional dalam menjalankan profesi nya, menjaga lisan, sifat dan perilaku serta lebih mawas diri ;
• Pemolisian Masyarakat
(Community policing)_ adalah sebuah usaha kolaboratif antara polisi dan komunitas yang mengidentifikasi permasalahan dari pelanggaran dan kejahatan dengan melibatkan semua elemen dari masyarakat untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Pemolisian masyarakat berangkat dari adagium bahwa polisi tidak dapat sendirian mengontrol kejahatan dan pelanggaran serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Community Policing Consortium, 1994);
• Aplikasi Propam Presisi
Perlu disempurnakan dan dikembangkan terus fungsi aplikasi ‘Propam Presisi’ sosialisasi dan diseminasi informasi tentang keberadaan program ini dalam menerima dan menindak lanjuti setiap laporan atau pengaduan masyarakat ;
• Citizen Journalism
Citizen Journalism adalah aktivitas jurnalistik yang dilakukan oleh warga biasa (yang bukan wartawan). Citizen Journalism atau dikenal dengan Jurnalisme Warga mempunyai peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, analisis, dan menyebarkan berita serta informasi yang dimiliki.
Tipe jurnalisme ini akan menjadi sebuah trend baru bagaimana warga membetuk berita serta informasi di masa mendatang.
Hal tersebut perlu ditingkatkan dan diberdayakan peranan masyarakat untuk berani melihat, merekam dan melaporkan setiap pelanggaran disiplin, kode etik dan atau pidana yang dilakukan oleh aparat kepolisian melalui platform media sosial yang tersedia.
Walaupun segala upaya tersebut diatas telah dilakukan, tidak menutup kemungkinan masih akan terjadi pelanggaran disiplin, kode etik dan atau pidana yang dilakukan oleh aparat kepolisian, karena selama peradaban manusia masih eksis, pastilah pelanggaran dari dalam diri manusia biasa masih bisa terjadi, tetapi upaya-upaya pencegahan wajib kita lakukan secara konsisten, sehingga diharapkan dapat, menekan, meminimalisir dan mengatasi terjadinya pelanggaran dikemudian hari.
Sumber Rujukan :
• Gunawan, Budi. 2005. Membentang Paradigma Baru. Jakarta: Exatama group
• Hutasoit, Thoman. 2004. Menjadi Polisi Yang Dipercaya Rakyat (Tahapan Perjalanan Reformasi Polri). Jakarta: Gema insani.
• Rahardjo, Satjipto. 2002. Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial Indonesia. Jakarta: Kompas.
• Suyono. 2007. Paradigma Kemitraan Kunci Sukses Profesionalisme Polri. Jakarta: Indomedia Global.
• Journal of Indonesian History 8 (2) (2019), Dinamika Integrasi dan Pemisah POLRI dari ABRI Tahun 1961-2002 Aulia Nur Wihdlatil Aini, Abdul Muntholib, dan Andy Suryadi Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang, Semarang-Indonesia
• Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan: Isu-Isu Polri Dalam RUU Kamnas, Awaloedin Djamin Profesor (Emeritus) Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)
• TNI DAN POLRI PASCA PEMISAHAN: Analisis Tentang Penataan Kelembagaan Politik Dalam Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia:
• http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/pustaka_unpad_tni_polri_jurnal_alazhar.pdf
• https://www.kompas.com/tren/read/2021/10/27/063000965/10-kasus-yang-melibatkan-polisi-dan-menjadi-perhatian-publik?page=all
• https://news.detik.com/berita/d-6351835/perjalanan-kasus-pembunuhan-brigadir-j-hingga-ferdy-sambo-dkk-disidangkan
• http://repository.umko.ac.id/id/eprint/238/3/bab2lina.pdf
• https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/15/093000965/kronologi-dan-fakta-kasus-narkoba-irjen-teddy-minahasa?page=all
• https://news.detik.com/berita/d-6361819/komnas-ham-gas-air-mata-penyebab-utama-tragedi-kanjuruhan
• https://nasional.kontan.co.id/news/20-polisi-langgar-etik-di-tragedi-kanjuruhan-apa-saja-larangan-kode-etik-polri
• https://nasional.tempo.co/read/420303/jenderal-bintang-dua-jadi-tersangka-simulator-sim
• https://museumpolri.org/sejarah/posting/8/masa-reformasi
• https://nasional.kompas.com/read/2021/10/06/11073891/saat-polri-dan-tni-dipisahkan-sebelumnya-bernaung-dalam-abri#:~:text=Berdasarkan%20Tap%20MPR%20Nomor%20VI,menunjuk%20Kapolri%20dengan%20persetujuan%20DPR.
• https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221014094435-20-860415/hasil-tgipf-kanjuruhan-gas-air-mata-faktor-utama-kematian-massal
• PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT UNTUK MENCEGAH TERJADINYA PENYIMPANGAN PADA PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN THE ROLE OF SUPERVISORY JUDGE TO PREVENT THE DISCRETION IN COURT DECISION IMPLEMENTATION KHUNAIFI ALHUMAMI Kejaksaan Tinggi Bali Jl. Tantular No.5, Renon, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali 80234 Email: nuznaif1@gmail.com