Tangerang | Wartakum7.com – Kontradiktif warga masyarakat bermunculan ditengah hangatnya perbincangan terkait pembebasan lahan Runway 3 Bandara Soekarno Hatta (Seotta) dalam gugatan yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Kota Tangerang, yang dianggap ada rekayasa administrasi data dalam objek tanah.
Warga masyarakat Desa Rawa Rengas Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang, yang sebagian tanah yang telah dibebaskan oleh pihak Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta, dinilai syarat administrasi terkesan mempolitisir kelengkapan data atas Surat-surat kepemilikan tanah, yang diduga dilakukan pihak pegawai desa.
Bukan hanya itu, bahwa sebagian warga yang merasa tanah nya belum dibayar malah pengurusan administrasi dipersulit pihak Desa terkait pengurusan keterangan waris, dengan demikian bermunculan kegaduhan waga yang kepentinganya tidak terakomodir dalam pelayanan. bahkan kesulitan itu lantaran ada Nomor Objek Pajak (NOP) yang dipergunakan di bidang yang berbeda sementara NOP bidang yang sebenernya (pemilik tanah) tak kunjung dibayar, ada kesulitan yang diduga akibat pihak Desa Rawa Rengas menerapkan NOP kebidang lain syarat pembebasan untuk pembayaran.
Diantaranya ada juga Lahan garapan yang disebutkan warga seluas 500m² tanah bengkok milik Desa Rawa Rengas bisa dibuatkan Akta Jual Beli (AJB) Prodak tahun 2015 salah satu Prodak Notaris di Tangerang, ada juga NOP yang tidak terditeksi secara online di aplikasi, berikut ada penerapa AjB yang dianggap diragukan namun telah cair (dibayarkan) melalui konsinasi PN Kota Tangerang.
Hal ini, dinyatakan juga oleh Hasanudin sebagai Ahli waris dari H. Soit kepada media, Sabtu (20/5/23), dimana dirinya saat mengurus data kepemilikan untuk syarat-syarat yang diperlukan pihak pengadaan tanah, malah dipersulit.
“Ya sampai saat ini pihak desa Rawa Rengas ada apa dan kenapa kita warga masyarakat membutuhkan pelayan tidak dilayani padahal apa yang kami lakukan semata untuk kepentingan bersama, namun untuk mendapatkan tandatangan pada Surat-surat tidak dilayani dengan bahasa akan dipelajari oleh pihaknya, itu tanpa ada kejelasan apa yang kami butuhkan tak kunjung selesai”, ujarnya.
Lanjut Hasanudin, apakah karena NOP kami yang telah dipergunakan sebagai syarat pada bidang-bidang lain sehingga berpengaruh pada bidang kami sampai sesulit ini, dan apakah bisa jika satu NOP dipergunakan untuk syarat pada bidang yang berbeda”, Ungkapnya.
Hasanudin yang menyesalkan hal tersebut, “bagaimana mungkin kami sebagai pemilik NOP pada bidang tanah kami ini tidak bisa diurus sementara bidang lain yang memakai NOP milik kami ini kok dicairkan, ini menurut saya tidak logika dan keterlaluan jika pihak Desa berani Bermain-main seperti ini”, Tutupnya.
Kepala Desa Rawa Rengas, Selamat Riyadi saat dikonfirmasi, dirinya beralasan saat ini warga tidak memiliki bukti alat Hak kepemilikan atas tanah tersebut, “kalau saya memberikan surat keterangan keterangan ahli waris yang bertujuan untuk kepemilikan untuk perkara sidang tanah tersebut di pengadilan, ya saya harus punya keterangan kepemilikan ahli waris tersebut, iya kalau ahli warisnya tapi kalau bukan”, ungkapnya.
Selamet berpendapat warga terprovokasi untuk segera membikin surat-surat keterangan ahli waris, sedangkan proses untuk melangkah tentang pencairan tanah mereka (warga) itu masih panjang, jadi itu ketidak tahuan warga jadi seperti itu.
Lanjut Selamet, terkait NOP yang dipergunakan di bidang tanah yang lain, “silahkan tanya ke pengadilan ini putusan Pengadilan, jangan tanya ke saya, proses surat menyurat saya tidak tahu karena itu terjadi bukan pada saat pemerintahan saya (kades yang lama), tandasnya.
Terpisah dihari yang sama, Olim sebagai tokoh masyarakat menanggapi hal ini, ia menjelaskan kepada media terkait kontradiktif yang tengah hangat menjadi perbincangan, “pelayanan kepada warga masyarakat itu sangat penting di tingkat pemerintahan, apalagi sudah kita ketahui sebagaimana Zona Integritas yang telah menjadi cerminan dimana Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM)”, ungkapnya.
Dirinya berpendapat, permasalahan yang terjadi bukan karena sistem error namun ini adalah human error, jadi apapun bentuknya diatas kepentingan warga masyarakat sebagai pelayan yang profesional harus melayani dengan baik dan benar, sehingga tidak menciptakan kegaduhan yang berkepanjangan dan jadi dampak negatif bagi pemerintah desa Rawa Rengas, tingkat kecamatan maupun Pemkab Tangerang”, jelas Olim.
Adapun unek-unek warga masyarakat ini jangan dinilai atau dipandang sebelah mata, manakala semua itu bisa saja benar, dengan mengedepankan azas praduga tidak bersalah bahwa yang disebut-sebut sebagian warga dengan adanya NOP yang dipergunakan pada bidang yang berbeda itu pertanyaan warga yang cukup serius, secara aturan apakah itu diperbolehkan apakah tidak..?, perlu kita evaluasi dengan serius terutama pihak desa maupun kecamatan, ungkapnya.
Kita disini berkeinginan supaya menghindari permasalahan bukan menciptakan permasalahan atau kegaduhan, apa itu namanya ada tanah bengkok milik Desa yang bisa timbul AJB, itu juga pertanyaan yang sangat serius perlu dijelaskan kepada umum, demikian halnya bidang tanah yang berada di lingkungan Rw 15 namun NOP nya ada di RT 01 RW 01 Desa Rawa Rengas Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang, maka dengan itu perlu kejelasan yang signifikan, sehingga apa yang menjadi syarat-syarat kepemilikan datanya bisa dipertanggungjawabkan secara fakta yang ada”, bebernya.
Olim berharap tidak ada terjadinya mafia tanah, “ya Presiden RI Jokowi menegaskan akan menggerus mafia tanah sampai ke akar-akarnya sama halnya Kementerian ATR/BPN Hadi Cahyono, demikian Menko Polhukam Mahpud MD menegaskan, bahwa mafia tanah marak yang main Lurah/Kades, Camat dan BPN, patut kita apresiasi petinggi kita terkait mafia tanah, dan itu yang kita tidak mau ada di Desa Rawa Rengas, tutupnya.
(Tim Red)