Jakarta | Wartakum7.com – 21 Juni 2023, Oleh: M. Jaya, S.H., M.H., .M.M.& Alungsyah.
*PENGANTAR*
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XX/2022 yang menolak permohonan pemohon untuk mengubah sistem pemilihan umum proporsional terbuka menjadi sistem pemilihan umum proporsional tertutup, secara keseluruhan merupakan anti klimaks dari cuitan Prof. Deny Indrayana yang mengklaim mendapatkan informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos lambang partai.
_”Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu (28/6)._
Dengan keluarnya Putusan MK tersebut di atas, menjawab teka-teki yang selama ini menjadi misteri sistem pemilu apa yang akan digunakan pada pemilu 2024 mendatang. Dan bahkan menimbulkan polemilk, baik di media sosial, elektronik dan cetak, dari pakar hukum, Tata negara, akademisi, praktisi hukum, maupun Ketum partai politik besar.
Partai politik yang menginginkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup yaitu PDIP, sedangkan terdapat 8 Partai Politik lain tetap menginginkan sistem pemilu dengan proporsional terbuka diantaranya Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PKS, Partai NasDem, PPP, PKB, serta PAN.
_Mengingat begitu krusialnya kewenangan MK dalam menentukan sistem pemilihan umum dari Sistem Pemilu dengan Proporsional terbuka menjadi Sistem Pemilu dengan Proporsional tertutup, akan mengubah tata cara dan prosedur yang telah diatur dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum._
*Perbedaan mendasar antara proporsional terbuka dan tertutup ada pada pengertiannya.*
_Proporsional terbuka adalah sistem yang dalam pelaksanaannya, para pemilih memilih secara langsung caleg dari partai politik. Para pemilik suara bisa secara langsung memilih calon legislatif (caleg) yang diinginkan agar bisa terpilih menjadi anggota dewan_
Dengan demikian para pemilih bisa megetahui _track record,_ kompetensi dan kapabilitas si calon dan calon yang akan memenangkan kursi DPR, DPRD maupun DPD adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak di daerah pemilihannya.
_Sedangkan dalam proporsional tertutup, pemilik suara hanya bisa memilih partai politik tertentu. Nantinya parpol yang akan menentukan siapa kader yang bisa duduk menjadi anggota dewan._
Dengan demikian para pemilih tidak dapat mengetahui _track record,_ kompetensi maupun kapabilitas dari caleg yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, kami ingin menyampaikan hasil penelusuran tentang Mahkamah Konstitusi dengan uraian sebagai berikut:
*SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA MK*
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK _(Constitutional Court)_ dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 November 2001.
Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.
Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi.
Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003, mengangkat hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
*KEWENANGAN MK*
Ada empat kewenangan dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi yang telah ditentukan dalam UUD 1945 perubahan ketiga Pasal 24C ayat (1) yaitu:
_1. Menguji (judicial review) undang-undang terhadap UUD 1945._
_2. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945._
_3. Memutuskan pembubaran partai politik._
_4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum._
_5. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD 1945._
_Kewenangan tersebut adalah dalam tingkat pertama dan terakhir dan putusan mahkamah konstitusi bersifat final dan mengikat (final and binding) yaitu langsung mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum untuk mengubahnya seperti Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali seperti Badan Peradilan di Mahkamah Agung._
Selain itu kewibawaan suatu putusan yang dikeluarkan institusi peradilan terletak pada kekuatan mengikatnya.
*_Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang tidak hanya mengikat para pihak (inter parties), tetapi juga harus ditaati oleh siapapun (erga omnes)._*
Asas ini tercermin dari ketentuan yang menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.
_Ketentuan ini mencerminkan kekuatan hukum mengikat, dan karena sifat hukumnya publik maka berlaku pada pada siapa saja, tidak hanya berlaku bagi para pihak yang berperka (Pasal 10 UU MK);_
*TUGAS DAN FUNGSI MK*
Dalam konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi untuk menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat.
Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen Negara secara konsisten dan bertanggung jawab.
Di tengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.
Sebagai lembaga yang melakukan pengawasan kesesuaian norma hukum undang-undang terhadap konstitusi, _*Mahkamah Konstitusi menurut pendapat Jimly memiliki lima fungsi sebagai perwujudan dari kewenangan yang dimilikinya.*_
Berikut lima fungsi tersebut:
_1. Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi _(the guardian of the constitution);_
_2. Mahkamah Konstitusi sebagai pengendali keputusan berdasarkan system demokrasi _(control of democracy);_
_3. Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir konstitusi _(the interpreter guardian of the constitution);_
_4. Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung hak konstitusional warga Negara _(the protector of the citizens’ constitutional rights);_ dan_
_5. Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung Hak Asasi Manusia _(the protector of human rights);_
*KONTROVERSI PUTUSAN MK*
*1. Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006*
Dalam Putusan MK tersebut, MK menyatakan bahwa Hakim Konstitusi bukan obyek pengawasan Komisi Yudisial (KY) dengan alasan Hakim Konstitusi bukanlah hakim profesi seperti hakim biasa.
_Tidak masuknya hakim konstitusi dalam wilayah pengawasan KY adalah berdasarkan tinjauan sistematis dan penafsiran “original intent” perumusan ketentuan UUD 1945, ketentuan mengenai KY dalam Pasal 24B UUD 1945, memang tidak berkaitan dengan ketentuan mengenai MK yang diatur dalam Pasal 24C UUD 1945._
Selain itu, dengan menjadikan perilaku Hakim Konstitusi sebagai objek pengawasan oleh KY, maka kewenangan MK sebagai pemutus sengketa kewenangan lembaga negara menjadi terganggu dan tidak dapat bersikap imparsial, khususnya jika ada sengketa kewenangan antara KY dengan lembaga lain.
Bila hakim biasa tak terikat dengan jangka waktu, tidak demikian dengan hakim konstitusi yang diangkat hanya untuk jangka waktu lima tahun.
*2. Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022*
Dalam putusan MK tersebut di atas, MK menambah masa jabatan pimpinan KPK yang tadinya 4 tahun menjadi 5 tahun;
_Padahal dari norma yang diuji ke MK, walaupun dalam bentuk UU, tidak serta merta kemudian MK memiliki kewenangan untuk memutus dan mengabulkannya, karena MK bersifat negatif legislator (pembatasan norma), tapi bukan positif legislator (pembuat norma)._
Apalagi itu merupakan _open legal policy_ atau kebijakan hukum terbuka dari pembentuk UU. *Artinya MK tidak memiliki wewenang untuk mengabulkan permohonan pemohon terhadap norma yang sifatnya _open legal policy._*
Dengan demikian, “kebijakan hukum” dapat diartikan sebagai tindakan pembentuk undang-undang dalam menentukan subjek, objek, perbuatan, peristiwa, dan/atau akibat untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara kata “terbuka” dalam istilah kebijakan hukum terbuka diartikan sebagai suatu kebebasan pembentuk undang-undang untuk mengambil kebijakan hukum.
*MK SEBAGAI LEMBAGA “SUPERBODY”*
Dalam sistem ketatanegaraan, MK merupakan lembaga yang berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara.
Dengan demikian, kedudukan Mahkamah Konstitusi sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK dan Mahkamah Agung (MA).
Sebagai lembaga baru, MK merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman, disamping MA. Karenanya MK memiliki kewenangan yang begitu besar dalam menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara.
_*Dari sekian banyak kewenangan yang dimiliki MK satu diantaranya ialah pengujian UU terhadap UUD 1945. Dimana MK dapat membatalkan, mengubah ataupun mencabut norma yang telah dibuat oleh DPR RI bersama Presiden.*_
Melalui pengujian UU, MK juga dapat menentukan arah dan kebijakan negara dalam segala hal, baik dalam penegakan hukum, ekonomi negara, sistem pemilu, keamanan maupun dalam bidang lainnya.
*KESIMPULAN*
_▪️Dari uraian tersebut di atas khususnya tentang tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi mempunyai peranan sangat penting bagi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang termuat dalam pembukaan UUD 1945._
_▪️Bahkan melalui Putusan MK dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menafsirkan, membatalkan sebagian ataupun seluruhnya dari norma-norma yang telah dimuat dalam Undang- undang sebagai produk legislatif dan eksekutif, karenanya sudah tepat bila MK disebut sebagai Super Body atau lembaga yang memiliki kewenangan yang sangat fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita._
_▪️Sebagai lembaga “Super Body” dengan tugas dan fungsi yang begitu ideal dan terhormat jangan sampai MK di kooptasi oleh Penguasa termasuk Presiden, Ketum Parpol besar maupun elit politik lainnya untuk kepentingan politik dan kekuasaan mereka semata._
_sumber rujukan_
https://m.mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/589579/perbedaan-sistem-proposional-terbuka-dan-tertutup;
-https://www.hukumonline.com/klinik/a/apa-itu-open-legal-policy-lt5460bcac21ce7/;
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=19196;
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11766;
https://nasional.tempo.co/read/1693712/8-partai-politik-tolak-sistem-pemilu-proporsional-tertutup-airlangga-hartarto-berpantun;
https://nasional.tempo.co/read/1693712/8-partai-politik-tolak-sistem-pemilu-proporsional-tertutup-airlangga-hartarto-berpantun;
https://www.mpr.go.id/berita/HNW-:-Hanya-Satu-Partai-Di-DPR-Yang-Mendukung-Pemilu-Proporsional-Tertutup;
Asshiddiqie, Jimly, Kedudukan Mahkamah Konstitusi, http://www.jimly.com/makalah/namafile/23/KEDUDUKAN_MK.doc diakses Senin, tanggal 23 Desember 2013.
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=1 diakses Minggu, tanggal 22 Desember 2013.
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: tt, 1983.
Strong, C.F., Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Bandung: Nusa Media, 2011.
Syahuri, Taufiqurrohman, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Cetakan I, Jakarta: Kencana, 2011.